Tentang perasaan (cerbung)

gugel

 

Chapter 1

Nur Annisa adalah namaku, seorang mahasiswa psikologi tingkat 2 disebuah universitas negri, aku dikenal gadis yang begitu tegar, kuat dan memiliki prinsip, sampai suatu ketika aku jatuh hati pada seorang lelaki yang dikenalkan oleh salah seorang seniorku.

Entah sejak awal perkenalan aku sudah sangat kagum pada lelaki ini, Bagas panggilannya. Seorang lelaki yang sepadan usianya tetapi memiliki karakter yang kuat, seorang lelaki yang memiliki prinsip untuk tidak berpacaran hingga lulus kuliah. Awalnya aku hanya kagum pada kesantunan Bagas saat berbiacara padanya, ia juga menunjukkan akhlaknya yang islami. Meski setahuku Bagas tidak pernah masuk pesantren.

Perkenalan kami telah berlangsung selama 2 tahun, terkadang kami saling sapa meski hanya lewat telp, sms, dan chat. Perasaan ku yang semakin hari semakin tak menentu karena mengenalnya, aku merasa telah jatuh cinta pada Bagas begitu dalam, pernah sekali waktu di situs jejaring social milik Bagas, Aku tak sengaja menemukan fotonya dengan seorang perempuan dengan santun Aku mencoba mempertanyakan gadis berjilbab yang bersama nya di foto itu, jika bukan didalam foto itu si gadis berjilbab itu tersenyum mesra aku tak akan nekad mempertanyakan nya.

“foto yang mana Nis?? Rasanya aku tidak pernah upload foto berdua dengan perempuan” komentar Bagas pada pertanyaanku

“iyah, maaf… tapi memang bukan Bagas yang upload sepertinya gadis itu yang upload kemudian men-tag Bagas disana” seruku

“Astagfirullah… maaf Nissa, jangan salah paham dulu, Bagas tidak punya maksud apa-apa..Dia seorang senior Bagas ” jelasnya

Siapa aku Bagas? Aku bukan lah siapa-siapa dihadapanmu, kenapa kau takut aku salah paham dengan foto itu? Aku bisa mengerti, lelaki santun sepertimu sudah tentu banyak yang suka, dan aku hanya salah seorang dari mereka, yang mungkin kau anggap sama “seorang temanmu”.

Begitu saja, setelah beberapa waktu setelah kau jelaskan tentang siapa perempuan di foto itu, kau terdiam, lama.. seakan kau menghilang entah kemana. Aku mulai bingung dengan perasaanku yang ternyata begitu dalam mencintaimu. Bagas… dimana kamu! Yang telah melenakan aku disini!

Disuatu pagi Ym mu menyala, kau sapa aku dengan sapaan khas mu yang santun, begitu gembiranya hati ini. Dan kulihat wajahmu cerah disana. “ahhh Bagas.. betapa tampannya dirimu dan hatimu itu, kau datang lagi…terima kasih”

Akhirnya aku dan Bagas menjadi sahabat, aku tahu meski aku tak bisa menjadi seseorang yang special di hatimu, menjadi sahabat adalah yang terbaik. Hatiku bersinar ketika aku tahu kau disana sehat dan bahagia. Menjelang pertemuan kita yang pertama aku begitu salah tingkah, karena aki menginginkan tampil seperti Nur Annisa yang kau kenal lewat internet begitupun aku, tak sabar rasanya aku ingin menemui sosok mahluk Tuhan yang kukagumi ini.

Hari itu, sengaja kita berjanji bertemu disebuah mall di Jakarta, ia menelponku terus menanyakan keberadaanku, kau tahu aku bukan orang asli Ibu kota hingga ia rela menunggu aku disini. Aku langsung menuju restoran fastfood dengan bantuan dari security mencari tempat dimana kamu menunggu aku datang.
Aku langsung mengenalimu tanpa harus menebak, dan ternyata kau memang lebih tampan dan berkharisma melebihi yang aku lihat lewat jendela laptopku, tutur bahasamu yang santun dan damai itu melenakan aku, aku bisa melihat cahaya hatimu dari dahimu yang ternoda hitam bekas sujud pada Tuhanmu.

“Nisa pulang naik apa?” tanyanya diakhir perjumpaan kami
“belum tahu, mungkin Nisa naik angkot atau metro mini”
“Nisa berani? Jika tidak, mau bareng dengan Bagas? Kita satu arah, hanya saja Bagas naik motor”
“Jika Bagas tak keberatan, boleh Nisa bareng saja? Nisa tak terbiasa naik bis/angkot”
“Insyallah.. silahkan, Nisa”

Dan benar, ia mengantarku sampai rumah tanteku. Sepanjang jalan kami mengobrol tentang masa depan, tentang cita-cita dan pekerjaan, sampai jodoh

“Bagas sudah ada perempuan yang disukai?” aaaiiiihh, bodohnya diriku, mengapa aku Tanya pertanyaan tabu seperti ini dihadapan seorang lelaki.

“ko Nisa Tanya seperti itu?”
“Ya..hmmm…hmmm… hanya ingin tahu, karena setahu Nisa, Bagas banyak penggemarnya” kataku salah tingkah
“hahahha… Nisa ini terlalu melebihkan, mungkin Nisa yang sudah banyak penggemarnya, karena Nisa pantas di kagumi”
Wajahku mendadak terasa panas, sepertinya melebihi cuaca panas Jakarta, aku terdiam dengan hati bertanya-tanya.
“ah.. tidak Bagas, tapi ko Bagas belum jawab pertanyaan Nisa?” tanyaku sedikit mendesak, ayolah Bagas, jawab saja agar hatiku plong!please
“sudah alhamdulillah….”
“Siapa??”
“ko sepertinya Nisa antusias sekali hehe?”
“teman kuliah yah??” tanyaku ingin tahu
“bukan”
“teman satu desa yah?”
“bukan juga”
“teman waktu kecil???”
“bukan hehehe”
“terus, teman apa dong? Apa Bagas dijodohkan??”tanyaku tak tahu malu, aah. Biar saja.. asal hati ini plong
“hahaha.. ini bukan jaman siti nurbaya Nisa, Bagas tak dijodohkan ko” jelasnya geli
“lalu?? Apakah teman kenalan?”
“dikenalkan lebih tepatnya” jelasnya

Bagas… siapa dia? Siapa perempuan yang beruntung itu?? Tak mungkin itu aku, karena aku bukanlah perempuan yang kau idamkan, meskipun aku sempat ge er karena kau bilang kau kagum padaku. Tapi sadarkah kau perempuan yang duduk dibelakangmu ini begitu mencintaimu??

“Annisa?? Ko diam, kamu tidak ngantuk kan?? Perjalanan kita masih jauh, bagaimana kalo kita sholat ashar dulu??” tanyanya memecah lamunanku

“iyaah.. iyaaah Bagas, ide bagus, kita sholat dulu sebelum habis waktunya”

Aku memang sangat lelah, karena kurang tidur sedari malam, bagaimana mungkin aku bisa memejamkan mata kita aku tahu ini adalah hari pertamaku bertemu denganmu, oh.. Bagas..

Setelah aku mengambil wudhu, aku berjalan masuk kedalam masjid dan ternyata dengan peci putihmu, kau bersandar ditiang menungguku
“Anisa, mau berjamaah tidak?” tanyanya
“eeng… boleh…” jawabku meski aku tak yakin apakah boleh kami berjamaah, karena selama ini aku tak pernah melakukannya, yah.. mungkin akidah islamku sedikit berbeda denganmu.

Sepanjang sholat, aku mendengarkan suaramu yang damai itu, jujur aku tak sanggup khusuk. Hatiku bergelombang persis seperti deburan ombak. Kau telah benar-benar meracuniku Bagas..
Hingga aku berani memintamu langung diatas sajadahku, didalam sujudku didalam mesjid ini, ketika aku menjadi ma’mum mu…

“Tuhan, ampuni aku.. karena ketidak khusukan ku menemuimu.. tapi ingin saja kukatakan, pria didepanku ini Tuhan, yang aku cintai.. “

Chapter 2

Hubungan kembali kami lanjutkan dengan telp dan sms, sengaja kau telp aku ketika hari libur kuliahmu, karena kau biang kalo jadwalmu padat, sedang aku juga disibukkan dengan tugasku. Sabtu minggu meski hanya berbicara sekitar 1 jam, itu sudah cukup mengobati rasa rinduku, ah… Bagas, aku mulai merindukanmu…

Sampai ketika itu, orang tuaku mulai mempertanyakan siapa pria yang dekat denganku, aku tak sanggup menjawab karena kamu berstatsu bukan siapa-siapaku meski keberadaanmu menempati ruang executive dihatiku

“Annisa,..sampai kapan kamu akan diam nak? Ingat usia mu sudah saat nya kamu menikah nak” Tanya ibuku mendesak, sejak tahun lalu seorang pria anak seorang teman keluarga ibu terus menanyakanku, karena ibu tak bisa terus terdiam tanpa memberikan jawaban yang tak pasti, maka ibu menunggu kepulanganku kali ini
“Ibu, Nisa masih belum mau menikah.. Nisa masih ingin menyelesaikan kuliah bu” jawabku sendu, aku tak ingin menyakiti hati ibu
“ibu mengerti nak, tapi kan tahun depan kau selesai.. berilah jawaban pada Rama ia berkali-kali mengatakan ingin menunggu jawaban ibu yang kau sampaikan, jangan menggantungkan perasaan orang anakku..”

Kata-kata ibu sangat menggundahkan hatiku, sejujurnya aku tak ingin membuat mas Rama menunggu tanpa kepastian, aku mengenalnya sebagai seorang kakak yang baik, hanya saja aku tidak mencintainya. Dan aku sangat mengerti penolakanku pada mas Rama akan berdampak buruk pada ayah dan ibu yang juga sudah menganggap mas Rama sebagai anaknya sendiri.

“Ibu.. setidaknya beri Anisa 1 bulan lagi untuk berpikir” jawabku tak menentu

“Annisa, apa kabar??? Maaf akhir-akhir ini aku jarng bisa menelpon kamu, kuliahku sedang padat. Tapi kamu bisa sms aku setiap saat jika kamu butuh bantuan aku” suara bagas terdegar tergesa-gesa.

“Alhamdulillah baik, Iya terima kasih Bagas” jawabku lemas
“Anisa?? Kamu tidak apa-apa? Suara kamu terdengar lesu. Apa kamu sakit??” tanyanya setengah khawatir
“Tidak apa-apa, Cuma sedang ada pikiran saja Bagas” kataku menutupi, Bagas.. Bagas.. andai kamu tau ini semua tentang rasa cintaku kepadamu, cinta yang tak mengerti kemana arah tujuannya, apakah kamu tak merasakannya Gas??
“Annisa, minggu depan ada Film bagus di Bioskop. Rencananya aku ingin menonton. Andaikan kamu ada disini aku akan ajak kamu nonton bersama aku” kata-kata Bagas petir disiang bolong, pertanda apa ini? Untuk apa ia mengatakan itu?? Setahuku, Bagas agak menjaga jarak dengan perempuan, itu bukan seorang Bagas yang bisa-bisanya mengatakan ingin mengajakku jalan? Bagas! Beri aku kepastian.. aku tak mungkin menyatakan perasaanku, karena aku tak akan mengatakannya terlebih dahulu kepadamu!

“Annisa, ini sudah 1 bulan seperti yang kau janjikan nak, sudahkah kau putuskan jawabanmu?” pertanyaan ibu mengagetkan aku yang sedang asik menulis didepan meja belajarku, aku menoleh memandangi wajah ibu yang penuh harap, aku tersenyum tipis dan memeluknya
“Ibu, maafkan Anisa, Annisa belum punya jawaban ibu” jawabku dengan setengah hati, aku tak sanggup membiarkan cintaku mati begitu saja, tapi aku juga tak mampu melihat ibu, ayah dan mas Rama terus menerus tergantung dengan sikapku. Aku masih menunggu Bagas…

“kriiing…….Assalamulaikum wr wb” suaraku terdengar di sebrang
“waalaikumsalam warahmatullah, Annisa. Ada apa menelpon malam-malam?” Tanya uara Bagas di sebrang, memang tak biasanya aku menelpon diatas jam 10 malam seperti ini
“Bagas.. maaf ya .. Annisa ganggu ga? Bagas sedang apa??” tanyaku berhati-hati
“tidak papa Annisa, Bagas baru saja selesai mengaji, Nisa belum istirahat?”
“Belum, Nisa ga bisa bobo.. ”
“Ada yang dipikirkan yah??”
“iya..”
“Gas, Boleh Nisa sedikit curhat? ” tanyaku memberanikan diri
“wah.. ada apa ini? Sepertinya penting, mudah-mudahan Bagas bisa membantu yah”
“Bagas,.. Boleh Nisa minta pendapat, apakah pantas Nisa di cintai???” aku sudah tak bisa lagi berpikir jernih paksaan ibu dan ayah membuatku tak bisa menahan diri.
“Nisa,. Setiap manusia itu pantas untuk dicintai bahkan Bagas kagum dengan Nisa”
“Gas,.. manakah yang terbaik menurut Bagas, menuruti orang tua atau mempertahankan cinta?”tanyaku menjejal
“Annisa? Kenapa Tanya seperti ini? Tentu saja menurut kepada kedua orang tua itu wajib asal dalam kebaikan”
“Bagas,. Apa itu cinta menurutmu?”
“Cinta adalah sebuah perasaan yang tak terlukiskan Nisa, begitu indah dan dalam tetapi juga melenakan, oleh karena nya untuk urusan Cinta Bagas tidak terlalu mengerti karena sepertinya Bagas baru akan memikirkannya setelah Bagas lulus kuliah”

Jelas sudah Bagas, tidak ada kesempatan untukku. Kau memang menutup hatimu untukku, sebagai seorang perempuan yang kagum dan penuh cinta kepadamu, aku tak ingin merubah dan merusak prinsip itu. Belum tentu juga kau mencintaiku…

“terima kasih Bagas, kini Anisa mengerti, selamat tidur assalamualikum wrwb” jawabku lesu, sambil menutup telpku.

Aku mengerti posisiku, tak mungkin aku bisa memaksakan cinta ini kepadanya… untuk seseorang yang tak pernah aku tahu tentang perasaannya. Malam itu, aku tak sanggup memejamkan mata, aku bertekad untuk menghapus rasa ini pada Bagas.

“Ibu.. Annisa sudah siap jawabannya”

Wajah ibu terlihat cerah menoleh kepadaku, ayah yang duduk dikursi goyangnya menurunkan Koran paginya, diam menyimak dan menunggu jawaban dari putrid satu-satunya.

“Nisa menerima lamaran mas Rama” kataku cepat sambil berjalan kearah pintu untuk pergi ke suatu tempat, mengasingkan diri dengan jawaban yang baru saja ia lontarkan.

-bersambung-

 

Tinggalkan komentar