Anak ular Cobra

Suatu sore Dayat diberi Tugas oleh Bedi(santri senior) untuk memberi makan anak ular Cobra dan ular kadut yang tertangkap di halaman rumah.

Dayat memberi makan anak ular yang imut-imut tersebut dengan cicak yang kebetulan sedang main-main di warung dan ternyata apes ketangkep oleh Dayat.

Dayat sebetulnya takut dengan ular tapi karena islam mengajarkan untuk tidak boleh takut selain pada Allah Swt. maka Dayat memberanikan diri memberi makan anak ular imut tersebut dengan hati yang bergetar deg-deg-deg syeeeerrr.

Ular-ular tersebut di masukkan ke dalam 2 botol minuman bekas dan ditutup rapat, hanya diberi beberapa lubang kecil di samping-samping.

Dengan penuh kekuatan dan kesadaran yang mulai hilang muncul dayat berhasil memberi makan. Syukur….

Kemudian, dengan dengkul yang masih bergetar Dayat mundur beberapa langkah menuju kursi panjang depan warung untuk duduk.

“AAAAAAAAA…..AAAAAAA… AAAAAA…. AAAUOOOO AAAA….” Dayat berteriak sekencang tenaga.

Semua berlari, yang ada di warnet berlari, yang didalam warung berlari semua menuju Dayat. Kami melihat Dayat sedang melolong-lolong dengan wajah pucat menghadap atas dengan satu tangan kebelakang yang menyentuh buntut Choco (kucing liar yang datang untuk menemani hari-hari sepi Dayat).

Kita semua bertanya pada Dayat

“Ono Opo Yat?”

Saat tersadar, Dayat langsung menoleh kebelakang dan mendapati buntut Choco yang dia pegang secara tidak sadar sesaat setelah memberi makan anak ular cobra.

Oalaaaah Dayat-Dayat…. Hidupmu Yaaaaat..

hahahahahhaha

Mas Murtoyo

Namanya adalah ustad Murtoyo asli jawa tengah, meskipun ustad yang di takuti para santri dan di hormati di pondok pesantren, di tanah milik kakekku ustad murtoyo tak mau di anggap ustad “saya ini juga santri ko bu.. saya masih belajar.. menuntut ilmu,belum pantas di sebut ustad” katanya suatu hari di depan mamah, sedangkan oleh ku ustad murtoyo aku panggil dengan sebutan mas toyo ,menurutku lebih mudah melafalkan nya begitu dari pada harus melafalkan murtoyo terlalu berat. Hehe

Hari itu,mas toyo yang terlihat mondar mandir di halaman rumah mamah membuat mamah yang sedari tadi melamun ingin membantu mas toyo, meskipun mamah ku sendiri adalah orang yang juga perlu di katakana susah tapi mamah selalu saja tak tega melihat orang lain susah. Mamah tau jika mas toyo sudah mondar mandir di halaman rumah mamah, itu pertanda ia lapar dan tak memiliki uang seperpun untuk membeli sebungkus mie instant atau pun nasi.

Sedangkan pantang bagi mas toyo untuk hanya menengadahkan tangan nya untuk mencari sesuap nasi. Dan tentu saja mamah yang mengetahui hal itu langsung saja kelimpungan menciptakan suatu pekerjaan ringan untuk mas toyo agar ada alas an bagi mamah untuk memberinya sedekah makanan.
Tiba tiba mamah memiliki ide,untuk membereskan gudang di depan rumah mamah,sebuah ruangan kecil berukuran 2 kali 2 meter untuk menyimpan kelebihan kasur, dan buku buk,serta majalah yang telah di baca.
“toyo.. toyo.. bisa kesini sebentar??” panggil mamah ku kepada mas toyo
Mas toyo yang terpanggilpun dengan wajah sumringah langsung menghampiri mamah dengan tubuh sedikit membungkuk“ inje bu… ada yang bisa saya Bantu??”
“iya toyo.. bisa Bantu saya membereskan gudang??? Banyak buku buku yang sudah tidak di baca lagi..bisa kamu bawa dan pilih untuk di bawa ke tempat kiloan untuk di jual??” pinta mamah ku,
“iya bu.. bisa bisa… ”jawabnya dengan sumringah,.

Benar kata mamah,mas toyo seperti nya belum makan sejak pagi,padahal waktu sudah menunjukkan waktu pukul 2 siang.perutnya datar sekali,tubuhnya memang sangat kurus..dan wajahnya menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang sangat sabar. Mamah bilang saat menjawab pertanyaan mamah bau mulut mas toyo sampai terium.jelas ia lapar.
30 menit semenjak mas toyo memasuki gudang aku dan mamah yang sedang masak pun tak mendengar suara suara aneh dari dalam gudang.
“din,coba tolong di lihat,apa mas toyo masih di situ? Atau malah pingsan???” kata mamah kwatir.
Aku bergegas berjalan menuju gudang,pintu gudang tertutup aku mendapati mas toyo sedang duduk dengan kedua kaki bertekuk bersila membelakangi ku.
Aku yang melihat keganjilan itu tanpa bersuara langsung berjalan kembali ke hadapan mamah.aku melaporkan tentang apa yang barusan aku lihat. Karena penasaran mamah memutuskan untuk menghampiri gudang dan aku mengikuti di belakangnya
“toyo toyo..” panggil mamah…
“inje buk…” jawabnya sambil menoleh kan kepalanya,dan di tangannya ia sedang memegang sebuah majalah.seperti nya ia sangat serius membaca majalah tersebut,terlena dengan tumpukan bahasa yang asing baginya.
“kamu sedang apa sih?” Tanya mamah
“ini lho bu.. aku membaca ini..tapi saya kok tidak mengerti ya??” Sambil menunjukkan sebuah majalah mangle(majalah sunda) lawas keluaran 3 bulan lalu milik mamah yang di kirim kan ua mei(kakak mamah) dari Jakarta,.
“lho?? Memangnya kamu mengerti bahasa sunda???” Tanya mamah terheran heran..
“lho?? Ko bahasa sunda buk?? Ini bukan majalah bahasa inggris??”Tanya nya sedikit malu,
Serentak aku dan mamah berpandangan dan tertawa,dan mas toyo pun wajah nya sedikit tersenyum mehanan malu.
Sore hari nya,dengan masih membawa majalah mangle,ia menunjukkan kepada para santri nya bahwa ibuk bisa membaca majalah bahasa sunda,betapa hal itu sangat luar biasa bagi mereka.
Ketika syaikhul bertanya kepada mamah tentang kebenaran itu mamah pun langsung tertawa dan mengatakan

“saya ini adalah orang sunda asli,hanya saja saya sudah lama tinggal di jawa timur,jadi jangan heran jika saya bisa membaca dan berbocara dalam bahasa sunda”

Beberapa santri yang sedang ikut mendengarkan penjelasan mamah serentak bergumam “ooooooooooo”
Begitulah,.
Baik mas toyo,shyaikhul ataupun santri lainnya.. mereka adalah orang orang cerdas yang amanah,dalam pikiran mereka adalah agama karena menurut mereka dunia itu Cuma persinggahan sementara,akan tetapi hal seperti inilah yang bisa membuat mereka terperangkap dan akrab dengan kemiskinan sepanjang hidup, mereka tak peduli meskipun di kehidupan dunia mereka begiu tersiksa.. asalkan mereka bahagia di akhirat allahuma amin

Rostov, 14 mei 2010

hidup prihatin ala santri

santri santri hebat inilah para kestaria Allah..

jujur,mungkin jika tentang kehidupan sederhana ataupun sebuah prinsip hidup “tanpa kemewahan” sudah banyak aku baca dari novel novel karangan indonesia,.

tapi aku tak menyangka jika kepulangan ku waktu itu ketanah air menyadarkan aku bahwa betapa hidup ini tak harus terus menerus mengejar materi karena materi yang terkejar tak akan ada ujungnya.

jika di awal mula aku tahu tentang prinsip hidup yang telah di tancapkan dalam dalam adalah “mampu hidup prihatin” bisa di jalani dengan sepenuh hati oleh pemudapemuda ini.

Bagaimana tidak,hidup di era sekarang ini yang segala nya serba wah dan mudah para santri ini di ajarkan untuk tidak terus menerus hidup memikirkan duniawi saja,tetapi mampu bertahan hidup apa adanya. dan mereka-mereka ini bukannya mempertuhankan kiai mereka tetapi atas dasar kesadaran mereka merasa “wajib” untuk mewujudkan rasa terima kasih mereka atas ilmu yang telah di berikan secara”cuma-cuma” oleh pondok pesantren itu, Pondok pesantren yang merakyat,sangat sangat merakyat.

luntur sudah semua dugaan meleset ku tentang pesantren ini karena aku akhirnya  ikut terjun mengenal dekat para santri ini,hidup di satu lingkungan dengan mereka.

para santri kebanyakan bukan dari provinsi ku di jawa timur,akan tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang orang jawa tengah,dan seluruh indonesia .

Santri santri ini bukan lah orang-orang desa yang tidak mengerti aturan tata krama,bahkan jika boleh di adu para santri ini ahlak nya bisa melebihi petinggi negara,. mereka bukan sembarang santri,mereka datang jauh jauh dengan niatan untuk mencari ilmu agama dan mengahapal al-quran,kebanyakan dari mereka (untuk santri putra) mereka kebanyakan para tamatan SMA dan sederajat,mungkin hanya beberapa saja yang bukan lulusan SMA.

sedangkan yang santriwati mereka biasa nya di kirim oleh orang tua mereka sejak smp. salah seorang ustadzah ku sudah 10 tahun di jawa timur,usia nya hanya terpaut 3 tahun lebih tua dari ku. ia asli orang padang sumut, ketika aku tanya apa alasannya bisa sampai dibangil yang begitu kecil ini,ia terneyum dan menjawab bahwa ia rela meninggalkan sma untuk memperdalam islam,dan atas petunjuk ALLAH swt, seseorang membantu nya mencari jalan hingga sampai di kota bangil.

Parasantri tidak di pungut biaya apapun,bahkan untuk makan.. sama hal nya dengan para ustad nya mereka bahkan tidak di bayar untuk mengajar di pondok ini,mungkin sistem nya masih agak sedikit kolot,yaitu pengabdian. santri yang sudah lulus sementara waktu mengabdikan dirinya untuk membagi ilmu nya kepada adik adik yang santri lain,sedangkan untuk keseharian mereka(untuk makan dsb) mereka bekerja sendiri menurut profesi nya masing masing.

Beberapa yang aku kenal bekerja sebagai,penjual koran di perempatan jalan,penjual buah-buahan,bercocok tanam,petani,sampai tukang becak. dan hal yang paling mengagumkan adalah mereka bekerja hanya untuk cukup untuk makan sehari selama mereka masih berstatus “santri” dan ustad ustad muda yang belum berkeluarga. selebihnya mereka akan menyumbangkan hasil jerih payah mereka untuk pondok pesantren.

kebetulan beberapa santri di utus oleh pak kiai untuk menanam sayuran di kebun milik kakek ku,seorang ustad muda bernama syafi’i yang bertanggung jawab kebun terong dan cabe milik pondok. Hanya dengan modal bibit yang di berikan oleh pak kiai,sedangkan pupuk ia dapatkan dari kotoran kambing milik pak kiayi di sawah belakang kebun.

lebih dari 100 pohon terng dan cabe menghiasi tanah yang tadinya tak terawat. dalam 1 tahun terong yang di hasilkan berjumlah puluhan karung. biasanya oleh mas sapi’i hasil panen nya ia setorkan ke pondok untuk di olah oleh para santriwati di jadikan bahan santapan penghuni pondok,sedangkan sisanya di jual ke pasar dan uang nya di belikan sayur lain.

mas sapi’i (sebutanku) sudah hampir berusia 33 tahun,ia sengaja mengabdikan diri nya untuk membagi ilmu yang telah ia dapat dari pondok pesantren itu,meskipun ia hanya terlihat sebagai manusia biasa, teapi di kawasan pesantren ia sangat di hormati. orangnya sangat pendiam dan tak pernah aku mendengar sekalipun ia mengeluh.

suatu hari mas sapi’i dan 2 orang santri lain di mintai tolong oleh ibunda ku untuk membantu menguras kolam ikan berukuran 10X15m. karena di bantu dengan mesin penyedot diesel pekerjaan mas sapi’i dkk  tidak begitu sulit,kebetulan hari itu adalah jumat pekerjaan mereka “pause” untuk beberapa saat untuk melaksanakan shalat jumat di pondok mereka.kendaraan mereka pun tak ada yang mewah,kebanyakan dari mereka berjalan kaki ataupun menggunakan sepeda ontel.

sebelum berangkat sholat jumat,aku di suruh ibunda ku untuk mengantarkan masakan yang telah jadi kepada para santri di warung (bangunan di depan rumah yang di gunakan untuk usaha warnet kakak ku dan warung anak-anak pondok) saat aku memasuki warung,kudapati mas sapi’i dan 2 orang santri tadi sedang asik keroyokkan makan mie instan 2 bungkus dalam 1 buah nampan. melihat aku membawakan masakan wajah mereka semakin sumringah dan bersyukur.

aku yang sedikit shok dengan apa yang telah aku alami membuatku semakin takjub dengan mereka. saat ibuku meminta tolong,mereka sama sekali tak bertanya tentang ongkos,mereka mengerjakan dengan suka rela dan dengan hati ikhlas. Dan untuk hanya sekedar menggantikan tenaga yang terkuras pun, mereka “tidak mau” meminta.

ibuku memang sengaja meminta tolong aku untuk mengantar makanan itu kepada mereka untuk menunjukkan bahwa “masih banyak orang di luar sana yang hidup nya tidak hanya memikirkan dunia saja” iya,,mereka bekerja berdasarkan hati dan ikhlas  dan penuh syukur karena ibadah kepada Allah.

dan inilah beberapa ayat Allah yang pas untuk mereka.. para pejuang Allah sejati :

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. (al baqoroh : 172)

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (al araf : 31)