BIAYA LES PRIVAT BAHASA RUSSIA

Negara Rusia merupakan Negara terbesar di dunia, sedangkan Bahasa Rusia adalah bahasa eropa yang sangat unik dan perlu untuk dipelajari dan dikuasai oleh setiap insane dari berbagai disiplin ilmu pendidikan dan pengetahuan. Kami selaku alumnus membuka pintu pelatihan pendidikan kelas Bahasa Rusia secara terpadu, terarah dan berjenjang agar dalam waktu singkat dapat digunakan secara realitas, mudah, praktis dan efektif.

*Belum termasuk transportasi untuk area Surabaya & Malang. Transport guru les menyesuaikan dengan jarak.

*untuk Wilayah JAKARTA JABODETABEK bisa langsung menghubungi nomer dibawah ini.

BERMINAT UNTUK IKUT KURSUS?

WA/SMS 083833145169

E-MAIL treesahidayantii@gmail.com

Kursus Bahasa Russia di Surabaya & Malang

Privetik druzia..

Lama rasanya saya tidak ngintip blog ini. Dengan berbagai macam kendala ini itu akhirnya saya bisa kembali hadir disini. Senang banget rasanya.. Seperti pulang kampung. Hehehe

Betewe, karochi kata orang rusia.

Ada beberapa request dari teman teman untuk mengadakan les privat bahasa Rusia di kota ini. FYI saya bukan orang surabaya tapi kota tempat saya tinggal cukup dekat dengan surabaya kira kira 2jam perjalanan laaah naik bis. (Dekat dari pada jarak kota Moscow ke Rostov)

Sebenarnya sudah dari dulu mau ngadain kursus ini. Tapi yaaa gituu deeeh… Banyak hal.. Tidak bisa diuraikan dengan kata kata.

Daaaaan…..
Jeng jeng……

Akhirnya saya memutuskan untuk benar benar konsen kesini, itung itung saya ikut belajar lagi bahasa yang pernah jadi bahasa utama saya ketika kuliah dulu. Daripada menguap begitu saja.

Nah. Saya ada beberapa program yang telah diketaui oleh porin pusat di jakarta. Jika memang berkeinginan untuk kenal lebih dekat dengan bahasa- budaya- dan karakteristik bangsa rusia maka kalian bisa belajar sambil diskusi dengan saya.

Asyikkan… ????

Q : biaya?
A : Ga mahal! Sama sekali ga mahal.

Q : tempat dan waktu belajar?
A : Sangat bisa disesuaikan

Q : kemana dan kepada siapa saya bisa menghubungi?
A : langsung ke saya doong..

Bisa via email ke treesahidayantii@gmail.com  atau sms & WA ke 083833145169

Jadi, tunggu apa lagi.. Semua bisa diatur asal ada waktu, duit dikit dan niat!

Salam hangat dari Surabaya,

Dinda H.

Alhamdulillah! Kedinginan di Rostov, buku kedua seri terdampar di Rusia TERBIT!

Seri ke #2 Terdampar di Rusia Cerita dari kota Rostov semakin heboh dengan kedatangan Dita Cs, Dita adalah adik Dinda yang juga dapat beasiswa dari Federasi Rusia. Kejadian-kejadian baru yang konyol, haru dan aneh juga datang dari mahasiswa baru bernama “Kobel”. Bertambahnya Kobel dan warga baru di Kota Rostov menambah sensasi cerita tersendiri. Kisah si kobel yang kulitnya bersisik, hingga kejadian mengharukan saat Ompong -mahasiswa kedokteran, harus merasakan masuk rumah sakit di Rusia. Masih banyak lagi kisah baru dari buku “Terdampar di Rusia”  seri “Kedinginan di Rusia” yang seru dan heboh!   Selamat membaca!

http://nulisbuku.com/books/view_book/4698/kedinginan-di-rostov

1. Untuk pemesanan di NulisBuku.com caranya :

tulis email berisi :

Nama :

Judul Buku :

Jumlah Buku :

Alamat pembeli :

dan dikirimkan ke e-mail admin@nulisbuku.com

2. Pemesanan melalui penulis (+) tanda tangan!

Kirim Nama, Alamat ke 082131891033(Dinda)

Tunggu balasan, untuk biaya buku + Ongkir –> Transfer –> terima buku –> nikmati membaca!

Mudahkan? Makanya lekas pesan! dan rasakan sensasi terseret kedalam buku bersama cerita asiknya

Gambar

Anak ular Cobra

Suatu sore Dayat diberi Tugas oleh Bedi(santri senior) untuk memberi makan anak ular Cobra dan ular kadut yang tertangkap di halaman rumah.

Dayat memberi makan anak ular yang imut-imut tersebut dengan cicak yang kebetulan sedang main-main di warung dan ternyata apes ketangkep oleh Dayat.

Dayat sebetulnya takut dengan ular tapi karena islam mengajarkan untuk tidak boleh takut selain pada Allah Swt. maka Dayat memberanikan diri memberi makan anak ular imut tersebut dengan hati yang bergetar deg-deg-deg syeeeerrr.

Ular-ular tersebut di masukkan ke dalam 2 botol minuman bekas dan ditutup rapat, hanya diberi beberapa lubang kecil di samping-samping.

Dengan penuh kekuatan dan kesadaran yang mulai hilang muncul dayat berhasil memberi makan. Syukur….

Kemudian, dengan dengkul yang masih bergetar Dayat mundur beberapa langkah menuju kursi panjang depan warung untuk duduk.

“AAAAAAAAA…..AAAAAAA… AAAAAA…. AAAUOOOO AAAA….” Dayat berteriak sekencang tenaga.

Semua berlari, yang ada di warnet berlari, yang didalam warung berlari semua menuju Dayat. Kami melihat Dayat sedang melolong-lolong dengan wajah pucat menghadap atas dengan satu tangan kebelakang yang menyentuh buntut Choco (kucing liar yang datang untuk menemani hari-hari sepi Dayat).

Kita semua bertanya pada Dayat

“Ono Opo Yat?”

Saat tersadar, Dayat langsung menoleh kebelakang dan mendapati buntut Choco yang dia pegang secara tidak sadar sesaat setelah memberi makan anak ular cobra.

Oalaaaah Dayat-Dayat…. Hidupmu Yaaaaat..

hahahahahhaha

Horaaay terbit juga “Terdampar di Rusia”

Alhamdulillaaaaaaaaaaaaaah,

Akhirnya terbit juga buku ini. Buku yang aku nanti-nantikan, buatnya penuh perjuangan dan tetes darah penghabisan. Dari yang buatnya sambil tidur-tiduran, kebawa ke alam mimpi, sampe ngetiks ambil ngiler.

Di kirim-kirimin ke penerbit juga ga ada yang mau, maklumlaah… Aku ini masih penulis aba-abal, hihi.

Dari pada di buang dengan tidak terhormat, maka kumpulan tulisan ini, mending aku kumpulin satu persatu hingga jadi buku terus aku upload dech, di nulisbuku.com dan  JENG-jeng-jengjeng….

jadilah buku

Gambar

Meski cuma bisa di dapat di buku online dan belum masuk toko buku, aku udah seneng banget!!!! rasanya, kaya berhasil mendaki puncak gunung Elbrus Rusia. Hahaha

Buku ini sengaja aku buat untuk membuka cakrawala tentang kehidupan kami dan teman-teman selama menjadi mahasiswa di RUSIA. Tentu dari sudut pandang mahasiswa dengan katagori “pas-pasan” hehehe

Harapan penulis cuma satu, yaitu semoga buku ini maknanya sampai ke para pembaca 😀

Rencananya buku ini akan terbit kurang lebih 5 seri (ya iyalaaah, kan aku di Rusia ga cuma 1 tahun tapi 5 tahun) Buku yang berisi tentang penggalan-penggalan cerita sehari-hari di Rusia. 😀

Kalo kurang puas baca celoteh di sini boleh ko langsung pesan bukunya di http://nulisbuku.com/books/view/terdampar-di-rusia.

Oiya, open untuk kritik dan saran loh ke http://www.treesa_hidayantee@yahoo.com (mumpung Penulis lagi baik hati ^_^’)

Sampe ketemu lagi “daswidanya”

Spasibo…

Dinda Hidayanti

Perjuangan Simbah Sarbi’ah

Senja menghantar kepulanganku hari ini kekota bangil menggunakan KA penataran jurusan Blitar lewat malang, setidaknya hal ini sudah kulakukan 2 minggu terakhir ini. Sebetulnya hari ini terasa biasa-biasa saja kecuali ketika aku tersadar hari ini adalah hari SNMPTN yaitu, selekesi nasional masuk perguruan tinggi negri. Ramai manusia memenuhi st. Wonokromo tanpa sama sekali kusadari, terbesit dalam hati kembali saja kekantor dan menginap dirumah salah satu rekanan kerja. Tapi entah mengapa ada perasaan yang membuatku terus bertahan disini.

Seluruh jadwal kereta terlambat dibanding hari-hari sebelumnya, kali ini menurutku paling parah karena hampir meleset 1 jam. Rasa lelah seharian dikantor sudah merambat hingga sekujur tubuh, penat dan bosan rasanya. Hingga pukul kira-kira 16.45 KA Raphi Dhoho akhirnya datang, serempak riuh ramai calon penumpang bergema keseluruh penjuru stasiun, terlihat penuh dan sesak. Seorang nenek cukup sepuh datang menghampiriku sambil bertanya “mboten numpak nak? ” saya yang bingung dan heran hanya bisa menggeleng pelan “kulo, penataran mbah..”
KA Dhoho terus terjejali oleh para penumpang yang sebagian besar adalah adek-adek yang mengikuti SNMPTN di kota Surabaya, hingga akhirnya, sang KA Dhoho berangkat tanpa mengenal ampun dari para calon penumpang yang menjerit tak kebagian tempat dan terpaksa harus tertinggal.

Tampak tak jauh dari tempat dudukku, simbah tadi yang tak sengaja menyapaku. Beliau sedang duduk dan berbicara dengan seorang gadis muda yang aku duga dia juga salah satu seorang calon SNMPTN, Yona namanya, benar dia adalah calon SNMPTN gadis asli Blitar.

Karena penasaran melihat gelagat sang nenek yang kebingungan aku duduk mendekati, benar ternyata sang nenek tertinggal KA Dhoho yang seharusnya membawa beliau ke kotanya Gus Dur, Jombang. Karena merasa tak berdaya dengan segala keterbatasan raga tuannya sang nenek tidak mampu menerobos buasnya calon penumpang KA Dhoho tadi.
Sambil menunjukkan tangan kirinya yang dibebat kain karena sakit, sang nenek bercerita diselingi isak yang terbendung (duh, sorry aku translate ke bahasa Indonesia aja ya? maklum boso jowoku senin kemis. Murakbal! Hehe)
” Mbah sudah coba paksa naik Dhoho tapi ga bisa, penuh nak.. sesak.. tangan mbah begini” tatapnya menunjukkan tangan sebelah kirinya. Pandanganya jatuh kelantai.. jauh..susah.. gelaap..
” Mbah ngapain di Surabaya?” tanyaku
” Mbah dari karang menjangan(RSUD. Dr. SOETOMO) nak, habis suntik insulin”
” Loh, mbah dari Jombang sendiri??”
” Iya nak, mbah harus suntik insulin seminggu 3 kali, tapi tadi ketinggalan kereta, tadi mbah udah Tanya petugas stasiun, katanya tidak boleh numpang tidur disini, padahal kereta ke jombang tidak ada lagi kecuali KRD(atau entah apa namanya, lupa saya)”
” Kenapa mau nginap mbah?? Kalo memang ada KRD?”
” Kalo naik KRD nak, jam 9 malam baru sampai dan harus naik becak untuk sampai kerumah, tapi bayarnya 12 ribu, uang mbah sisa Cuma empat ribu saja nak, tadi niket juga dibelikan sama orang” sendu ia berkata sambil mengusap air mata dengan kerudung tua yang menempel dikepalanya.
Hati siapa yang tidak miris?? Seorang nenek berusia 79 th Berangkat ke Surabaya sendirian untuk mengobati diri sendiri. Terhujam rasa hatiku..perih..
” Mbah, ini ada sedikit ongkos buat naik becak” kataku sambil mengulurkan tangan kearah mbah, hal ini dilihat Yona yang langsung sigap membantu simbah untuk memasukkan uang pemberianku kedalam tasnya
” Ditaroh yang dalem nggeh mbah, jangan sampai jatuh uangnya” kata Yona pelan, Simbah manggut-mangut sambil menitikan air mata, lagi..
Pembicaraan aku teruskan, sambil sedikit bertanya tentang kehidupan simbah di jombang.
” Nama simbah sinten?”
” Nami kulo Sarbi’ah, kalo mau kerumah, mudah, bilang saja rumahnya Nur, yang kerja di hongkong”
“loh, ko Hongkong? Simbah sendiri dong?” tanyaku ingin tahu
” Iya nak, anaknya simbah ada 2 yang 1 meninggal sakit. Tinggal 1 mau kerja kehongkong, tiap bulan kirim uang ke mbah lewat pamannya, tapi ya itu, setiap mbah butuh uang, pamannya tidak mau kasih uang. Selalu saja marah-marah sambil membanting-banting barang” ceritanya nanar
Aku dan yona terdiam, tak ada kata-kata diantara kami..
Tak lama, seorang bapak muda yang sedari tadi duduk dibangku tepat dihadapan kami sepertinya mengamati diam-diam apa yang sedang menimpa sang nenek, dia bangkit dari tempat duduknya, kemudian memberikan lembaran uang berwarna biru yang dilipat kecil ketangan simbah sambil tersenyum dan beranjak pergi meninggalkan kami yang masih tak percaya. Alhamdulillah…

Yona yang tanggap langsung membantu lagi simbah untuk memasukkan uang yang baru saja diterima dari bapak tadi, ” Disimpan yang benar mbah, buat keperluan mendatang” bisiknya sambil sibuk membantu membuka retsleting tas plastic kumuh milik simbah. Astagfirullah…

Simbah cerita, rumahnya tak jauh dari pondok pesantren tebu ireng yang besar dibawah nama Almarhum kyai Gusdur. Katanya, disela-sela kesendiriannya, ketika simbah sakit beberapa santri dari tebu ireng suka menemani simbah tak jarang pula membagi makanan sekedarnya untuk mengisi perut simbah, mengingat simbah Cuma bisa makan nasi 8 sendok dipagi hari dan 4 sendok nasi di sore hari, simbah tak keberatan makanannya dimakan bersama dengan santri lain. MasyaAllah…

Simbah memang sengaja ke Surabaya untuk berobat, karena untuk mencapai puskesmas terdekat di kotanya memerlukan biaya setidaknya Rp.20.000 untuk sekali jalan naik becak, memilih naik kereta karena tiket kereta hanya Rp.3.500 rupiah, sementara di RSUD mendapatkan obat yang maksimal. Sempat aku terheran mengapa simbah berada di St. Wonokromo, padahal dari RSUD lebih dekat dengan st. Gubeng, simbah bilang tiket sudah habis, makanya simbah jalan kaki menuju st. Wonokromo. Ya Allah….jauh itu jaraknya. Aku tahu betul apalagi untuk usia simbah.
Cerita terpaksa usai, ketika KA penataran yang ditunggu datang, saya berpamitan, Yona memberikan uang pas sebesar dua belas ribu rupiah untuk ongkos simbah naik becak, takut-takut dijalan dibohongi orang dan uangnya jatuh, sambil berpesan kepada simbah agar hati-hati, meminta maaf karena dirinya belum bekerja, hanya tersisa sedikit uang saku untuk ongkos simbah. Yona paling lama berpamitan, airmatanya meleleh mencerminkan kekhawatiran yang luar biasanya untuk simbah.
***

Allah memang tidak pernah tidur, yang dilangit dan dibumi semuanya meliputi Kuasa-Nya.
Aku yakin, semua yang ada didunia ini tidaklah terjadi tanpa sepengetahuan Allah. Kita ini hanya boneka-Nya yang sedang sejenak hinggap diraga yang dipinjami oleh-Nya dan mengikuti aturan main yang berlaku. Jika Allah sudah berkehendak maka dengan kehendak-Nya kita hanya boleh mengikuti tanpa boleh protes dan melawan. Ya Rabb.. betapa miskinnya kami ini tanpa cinta dan kasih-Mu
Ya Muhaimin…

 

 

M/A/K/L/U/M

Halo warga Rumpierss??

Hari ini, aku lagi kepengen nulis tentang sebuah hikmah dari sebuah kejadian yang akhir-akhir ini sering terjadi disekitar kita. Hal sepele yang ternyata kalo dibahas menjnadi lebih sepele lagi lagi loh..

Tentang sikap maklum. Sebenarnya apa sih maklum itu?? Kalo boleh aku mengartikan dengan sedikit mengarang indah, maka “maklum adalah sebuah keadaan psikologis seseorang untuk dapat menerima keadaan orang lain “.

Bukan terkadang namun selalu, maklum itu menjadi sebuah keadaan yang menuntut orang untuk egois, karena kebanyakan orang ingin selalu dirinya “bisa” dimaklumi oleh orang lain sedangkan untuk “memaklumi” orang lain menjadi berat sekali.

Ada sedikit cerita berkasus yang lagi hangat-hangat kuku(karena baru saja terjadi).

 Seseorang sebut saja si-A yang –sebenarnya- ditanya baik-baik oleh temanku karena melihat ada yang sedikit tidak “beres” dengan keadaan kantor, ternyata si-A yang ditanya ini, rupanya memiliki dedikasi yang sangat tinggi terhadap kantor hingga mencari si-X yang tertuduh  dengan bergegas dan dengan emosi bertegangan tinggi. Si-X yang merasa dituduh dan ditantang (ternyata si-A datang langsung menantang menghampiri si –X dengan nada menantang) datang keruang kantor sambil marah-marah, bersamaan dengan si-A, hampir jotos-jotosan  juga, menjadi tegang. Sebentar saja rame se-isi ruangan kantor menahan emosi.  Saling menuduh siapa yang palling salah dari yang salah.

Begitulah jika semua menjadi emosi karena masing-masing tidak ada maklum untuk keadaan mereka berdua, yang satu merasa tertuduh, jika saja ada maklum diantara keduanya pasti pertengkaran “jotos-jotosan” tersebut tidak akan terjadi. Andai ada maklum salah paham tidak berakhir dengan emosi berlebih. Karena mungkin saat si –X merasa tertegur oleh si-A -yang memang menegur berlebihan- langsung emosinya memuncak.

Intinya, maklum adalah kata kunci kedamaian, tapi siapa sih yang bisa maklum ketika emosi sudah diubun-ubun? Jawabannya ya… tentu orang-orang yang merasa dirinya lemah. Jadi ketika salah paham mulai menjangkit, seharusnya kita tersadar bahwa dengan banyak memaklumi orang dan diri sendiri kita bisa terhindar dari berbagai “masalah” yang ditimbulkan dari berbagai macam “asal-muasal emosi”.

Coba jika si-X maklum dengan keadaan si-A yang merasa bertanggung jawab dengan kantor, pasti si-X lebih berlapang dada  coba jika si-A yang juga maklum dengan keadaan si-X yang datang hanya beberapa kali kekantor tapi jadi tertuduh.

Seharusnya, kita semua bisa maklum dengan keadaan diri sendiri dan keadaan orang lain, pastinya kita bisa dong belajar untuk tidak menjadi egois.

Salam,

DD hidayanti

Dinginnya penanjakan Pegunungan Tengger-Bromo

Siapa yang tidak tahu bromo?? Iya gunung yang masih aktiv ini terletak di pegunungan tengger yang masuk ke 3 kabupaten di jawa timur sekaligus, Pasuruan, Probolinggo, Malang.Gambar

 

Gunung eksotik yang memiliki kaldera luas dan dapat dijelajahi oleh pengunjungnya ini sangat istimewa dimata saya dan teman-teman yang meski beberapa orang diantaranya memang sudah biasa berkunjung kesana. Iya, benar meski sudah lebih dari 10 kali saya mondar-mandir ke Bromo, rasa-rasanya setiap akan kesana saya selalu merasa bahwa itu adalah petualangan yang baru dan akan mendebarkan.

12 Mei 2012 saya dan beberapa teman dari kantor bertujuan berangkat ke Bromo lewat jalur Tosari – Pasuruan, menggunakan motor modal sendiri, hehehe.  Kali ini perjalanan saya rasakan lumayan agak jauh menurut karena cukup membuat “bokong” terasa panas, lewat jalur tosari tandanya kita akan ke penanjakan, pengunungan tengger tertinggi yang mengelilingi bromo. Jalur ini tidak biasa saya tempuh karena terbiasa melalui jalur Ngadisari – Probolinggo, rute jalannya lumayan landai dibanding lewat Tosari. Maklum desa Ngadisari jauh lebih rendah dibandingkan penanjakan, maka jika kalian-kalian semua berkehendak ke Bromo dengan kendaran yang kurang maksimal untuk tanjakan lebih baik memilih jalur Ngadisari – Probolinggo. Jika memaksakan lewat Tosari bisa-bisa motor atau kendaraan kalian “mandeg” tengah jalan. Atau bahkan mundur, Wow.. seram!

Gambar

Kami berangkat dari Surabaya jam 16.00, rombongan berjumlah 13 orang  dan semuanya menggunakan motor pribadi, kami tidak langsung berangkat ketempat tujuan melainkan berhenti sejenak di Bangil, iya, mampir ke rumah saya dulu untuk mempersiapkan perbekalan. Perbekalan untuk menginap semalam, maklum mba Lia bagian pengadaan di kantor selalu merasa khawtir jika teman-teman lain kelaparan sedang kita semua tidak menguasai medan.

Pukul 19.00 kami memulai perjalanan santai kearah penanjakan, melalui Pasuruan, Paserpan, Tosari dan kemudian sampai di Penanjakan, jarak tempuh kami yang menggunakan kecepatan kurang lebih 40 km/jam cukup membuat pegal-pegal, perjalanan memang dibuat sesantai mungkin karena mengingat beberapa teman kami tidak memiliki pengalaman naik gunung dengan motor, alhasil kami tiba di penanjakan pukul 22.50 malam, cukup lelah, karena kami juga tidak jua menemukan penginapan, meski banyak. Maklum kami tidak mau salah langkah mengambil penginapan yang diluar batas kemampuan kami, di pos penanjakan kami sempat bertemu beberapa orang pribumi (suku tengger) yang menawarkan saya dan rombongan penginapan, harga? Bisa nego, katanya.

Setelah beberapa motor beristirahat dan mengisi bensin dengan bensin eceran di pos tadi, kami diantar oleh seorang bapak-bapak calo’ penginapan. Kami sengaja meminta untuk menyewa 1 rumah penduduk dibanding dengan menyewa perkamar, karena harga akan jauh lebih mahal. Setelah kurang lebih 30 menit kami nego dan muuter-muter kebeberapa rumah untuk mendapatkan tempat ternyaman akhirnya kami mendapatkan 1 rumah penduduk di pinggir jalan berisi 3 kamar lengkap dengan dapur, kamar mandi, dan ruang tamu yang cukup luas, juga TV untuk membunuh bosan. Harga yang didapat adalah Rp. 275.000 untuk kami ber-13 tidak terlalu beratlaah, tapi cukup sebal juga karena biasanya kami bisa mendapat harga lebih murah dari itu, seorang kawan dari rombongan bilang bulan juli lalu dia dan teman-temannya mendapatkan harga Rp. 200.000 per-Rumah, murah kan? Tapi ya sudah, karena melihat keadaan teman-teman lain yang sudah tidak kuat membawa kepala masing-masing ditambah lapar dan dingin, akhirnya harga Rp. 275.000,- kami ambil.

FYI : Hati-hati dengan orang setempat yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan, setelah harga deal, ternyata seorang petugas dari pos yang mengantar kami dan ternyata bukan siapa-siapa, mengambil kesempatan dengan tetap meminta uang tambahan “elpiji” yang akan kami gunakan, sialnya tanpa menaruh curiga kami beri dia tambahan Rp. 10.000,- memang tidak terlalu besar tapi yang bikin kami sedikit “gondok” adalah, ternyata 1 jam ketika kami sedang memasak nasi dan air, tiba-tiba “pessssss”… Elpiji kosong! Ludes! Dalam keadaan lapar dan dingin mau tidak mau kami akhirnya membeli lagi gas elpiji tabung hijau dengan harga Rp. 20.000, sebenarnya harga itu tidak menjadi masalah tapi ya sikap mereka yang mencuri kesempatan yang bikin sebal. Tidak nyaman deh.. heuheuhe

Pukul 00.30 Nasi akhirnya masak juga, teman-teman makan dengan mata setengah terpejam,  hahaha, agenda selanjutnya setelah mengisi perut adalah.. Istirahat! Mengingat kita akan berangkat menyambut sunrise dipenanjakan jam 4.00 pagi.

Suasana hari minggu dini hari ini sangat dingin suhu mencapai 15 derajat Celsius, cukup lumayan menembus hangatnya 2 kaos kaki yang menempel rapat pada kaki kami. Untuk orang tropis seperti kami suhu seperti ini tentu sudah dingin apalagi kami yang dating dari dataran rendah tidak dengan benar mempersiapkannya, kami terlalu menyepelekan suhu diatas gunung bromo itu. Alhasil, yaaah.. kami sendiri yang merasakan betapa dinginnya penanjakan dini hari itu.

Pukul 4.30 kami telah mencapai puncak pass penanjakan, dikilometer 1 sebelum tempat melihat sunrise sudah berjajaran mobil hardtop  yang ternyata parkir. Hanya motor yang sangggup mencapai titik puncak penanjakan, kemudian motor-motor tersebut dititipkan dibawah menara-menara provider diatas penanjakan. Oiya, tiket masuk bromo saat ini hanya Rp. 5000 rupiah untuk turis local dan Rp. 50.000 untuk turis manca Negara. Hmm. Ada sedikit yang mengganjal, ternyata sampai 10X lipat yah pemerintah setempat memberikan tarif untuk WNA. Kebijakan tersendiri, tapi ya sudahlah, mungkin bagi mereka yang WNA memang tidak terlalu besar, 50cen dollar Amerika, tapi bagi saya pribadi. Cukup tidak adil. Apalagi kalo mengingat ketika saya kuliah di Russia, tidak ada perbedaan yang drastic saat akan memasuki tempat-tempat wisata. Kembali lagi.. inilah Indonesia tercinta….

 

Pukul 5.18 pagi, matahari tetap tidak jua memunculkan wujudnya, sinarnya yang redup redam malu-malu menyapa para penyambut sunrise pagi ini, benar saja, kata orang bulan mei bukan bulan bagus untuk dapat mendapatkan sunrise diatas penanjakan, alhasil seluruh manusia penyambut mentari pagi itu kembali keperaduan masing-masing membawa kecewa tersendiri, tapi bagi saya tidak ada kata menyerah ! tidak mendapatkan sunrise, saya tetap menikmati indahnya alam bromo dari penanjakan berlapis kabut tebal, pada pukul 7.00 matahari tetap bersembunyi dibalik tebalnya kabut yang berlapis awan bermuatan hujan. Sesekali angin kencang berhembus menghempas kabut yang menutupi indahnya bromo, dan Wow…. Bromo dan caldera menyapa kami ditengah dingin suhu penanjakan. Indah mempesona! Seakan mulut ini tak ada puasnya mengucap syukur diberi kesempatan ke indahan ciptaan Allah Swt.

Sungguh besar kuasa Allah Swt, hingga seakan bertasbihnya mulut tak ada habisnya mengisyaratkan keindahan kuasa Allah Swt ini.

 

Tapi sayang tidak berlanjut lama, kemudian kabut kembali menutupi, udara semakin dingin ditambah hembusan angin kencang yang cukup membuat badan bergetar kediGambarnginan.

Begitulah,. Hingga akhirnya saya dank e 3 rekanan saya berikut suami saya akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat teman-teman lain. Kembali menuruni jalanan tosari dan kembali ke kota Bangil

 

                                                              l

 Gambar

 

 

 

 

 

Sukhoi ooh.. Sukhoi…

google

Hai hai hai.. lama tak berjumpa yaah.. lama sekali rasanya saya tidak berkunjung kesini, kangeen banget rasanya sama kehangatan warga rumpiers.. huheuehue…

 

Akhir-akhir ini, berita tentang sukhoi bikin hati jedag-jedug, setiap hari saya mengikuti tentang perkembangan evakuasi tragedi sukhoi, pasti beberapa teman yang sudah mengenal saya( iya, cuma yang mengenal dan pernah tahu saya) pasti langsung keingetan, wah gimana yah? kok bisa ada tragedi sukhoi? de el el.. berangkat dari situ, saya jadi sedikit tidak tenang apalagi sekian lama diikuti berita sukhoi semakin menjadi-jadi, semua orang ikut-ikutan sumbang wicara, bahkan media menggembor-gemborkan hingga terkesan menyudutkan Rusia, sedih sekali rasanya,.. kenapa begini?? hiks.. berikut ini ada tulisan yang dibuat oleh seorang sahabatku seorang dosen psikologi di universitas negeri di Surabaya, tentang Sukhoi. Berikut kutipannya : 

 

“Ini adalah tulisan saya di blog http://ardinov.com/?p=187 beberapa hari yang lalu. Atas permintaan beberapa teman, maka tidak ada salahnya juga di post juga disini, agar ada sedikit perbedaan sudut pandang terkait wacana pemberitaan media atas kecelakaan pesawat ini.

Akhir-akhir ini headline dan media massa nasional disibukkan dengan kejadian yang menimpa pesawat Sukhoi Superjet 100. Beberapa stasiun televisi bahkan menayangkan Breaking News nonstop selama beberapa hari. Tak ada kecelakaan yang tidak tragis. Tidak ada maut yang tidak mengundang air mata. Kehilangan nyawa dari keluarga korban sebagaimanapun bentuk kematiannya tak akan pernah dapat diganti nilainya dengan uang atau apapun.

 

Namun dinamika pemberitaan media massa nasional nampaknya juga cukup menarik dicermati. Angle beberapa media massa sering kali terlampau menyudutkan negara asal pesawat. Efeknya kemudian bukan pada negara asal produsen pesawatnya saja, namun bagi sebagian orang awam adalah judge dan stereotype yang berlebihan terhadap orang-orang negeri beruang merah tersebut. Apalagi sejarah yang dibuat oleh penguasa Indonesia di era tertentu mempunyai catatan kelabu dengan negara yang mayoritas didominasi Ras Slavic tersebut. Jadilah kemudian berita semakin buruk dan dramatis. Penelitian yang dilakukan oleh Chip Heath di Universitas Chicago pada tahun 1996 menunjukkan hal yang menarik. Informasi ekstrem akan diserap tergantung pada preferensi yang kongruen terhadap value seseorang terhadap obyek tersebut, sehingga jika value kita terhadap sesuatu sudah terlanjur buruk, maka kita akan cenderung percaya terhadap segala informasi buruk terhadap obyek tersebut. Apapun stereotype sebagian masyarakat kita terhadap Orang Rusia kurang lebih masih sama dengan stigma yang dilekatkan oleh penguasa di jaman orde baru.

 

Apa yang saya tulis tak terkait dengan nasionalisme dan bisnis pesawat. Saya hanya tertarik untuk mencermati psikologi masyarakat dan kesimpangsiuran berita. Pemberitaan atas apa yang terjadi pada kecelakaan pesawat tersebut bisa dibilang membingungkan dan bertendensi menyudutkan mulai dari : 1) Pemberitaan pilot yang ditemukan bertubuh utuh dan berparasut yang arahnya kemudian adalah dugaan pilot melompat tak bertanggung jawab meninggalkan penumpang, 2) pesawat rusia yang berteknologi jadul karena ELT tak bisa dilacak dan masih menggunakan frekuensi lama, 3) MCS rusia yang bemental tape, merepotkan, dan seenaknya, 4) sampai soal blackbox yang diusulkan untuk dibuka di Rusia yang heboh diberitakan.

 

Soal Black Box, tak ada yang pernah tahu apa yang terjadi pada saat tim Rusia menawarkan bantuan untuk membuka Black Box kepada Indonesia. Tawaran ditolak oleh pihak Indonesia. Toh pihak Rusia pun tak memaksa dan menerima, tapi keesokan harinya media massa Indonesia menjadi ramai dengan headline tersebut. Beberapa judul Koran menuliskan “Indonesia menolak tegas Blackbox dibuka di Rusia”. Judul menunjukkan heroisme. Orang kemudian digiring pada opini dan asumsi bahwa akan ada manipulasi data dari pihak Rusia jika dibawa ke tempat pembuat Sukhoi ini. Orang kemudian lupa Black box pesawat Boeing buatan Amerika ketika terjadi tragedi Adam Air yang jatuh 1 januari 2007 itu juga dibuka di Amerika. Siapa yang tahu jika Rusia bisa saja menawarkan pembukaan Blackbox tersebut sebatas pada loncatan ide atau obrolan di tengah makan malam saja. Disinilah pikiran saya jadi meloncat dengan apa yang dikatakan oleh Jean Baudrillard. Dia pernah dengan ekstrem mengatakan, “bisa jadi perang Iraq tahun 1991 hanyalah realitas yang dilebih-lebihkan, dia hanya terjadi di satu tempat dan tak terjadi di semua tempat di Iraq, namun media mengambil angle yang seolah-olah hal tersebut adalah perang heroik Amerika yang terjadi di seluruh Iraq”.

 

Saya jadi teringat lagi berita beberapa tahun yang lalu. Adakah dulu Koran nasional juga berkomentar sama pedasnya soal kecelakaan Airbus A330 Air France pada tahun 2009 atau soal seringnya kecelakaan pada pesawat Boeing 737-200? Tentu tidak, karena magnitude dan kepentingannya tak sampai terasa disini. Saya juga tiba-tiba teringat soal berita tahun 2002 soal meninggalnya pekerja AS di Freeport. Agen-agen amerika sampai melakukan investigasi di Indonesia. Adakah waktu itu TNI dan Koran nasional bersuara lantang layaknya sekarang? Tentu tidak, karena Indonesia secara politis memang tak berdaya dengan negara adidaya tersebut. Ketergantungan Indonesia secara politis terhadap Amerika jauh lebih besar dibandingkan ketergantungan Indonesia terhadap Rusia. Thus ini lebih dari urusan interest dan angle yang dipilih oleh media.

 

Sthriving for Superiority

Apapun, berita sinisme dan ejekan yang saat ini gencar plus sebagian masyarakat kita yang ikutan sinis adalah dikarenakan sthriving for superiority. Baik Indonesia dan Rusia mempunyai kecenderungan ingin menunjukkan diri sebagai bangsa yang tak kalah dengan bangsa lain. Rusia ingin memperlihatkan bahwa dirinya tak kalah dengan Eropa Barat dan Amerika. Jatuhnya pesawat yang menjadi simbol kebanggaan dan kebangkitan Bangsa Slavic pasca jatuhnya USSR ini otomatis membuat mereka gelagapan, kelimpungan, dan tak ingin kehilangan muka.

 

Indonesia sendiri juga mengalami hal yang sama. Ini adalah saat Indonesia menunjukkan superioritasnya terhadap dominasi Barat. Kesempatan tersebut hanya ada jika kita sendiri tak punya banyak ketergantungan terhadap bangsa tersebut. Rusia adalah jawaban yang tepat di saat sekarang. Satu sisi, bangsa kita seringkali tak punya posisi tawar dalam berdiplomasi ketika dihadapkan oleh kepentingan barat. Diplomasi luar negeri kita seringkali terlihat inferior. Sebenarnya, seperti kata Adler, sense of inferiority itulah yang kemudian menjadi pendorong bagi kemajuan, namun dalam konteks dan kadar pengalaman tertentu inferiority justru dapat menyebabkan inferiority complex atau superiority complex.

 

Bisa jadi hal tersebut terjadi pada bangsa kita. Kita memang patut berbangga dan memberi apresiasi melihat Basarnas mampu untuk menjelajahi Gunung Salak dan kompak dalam menginvestigasi korban. Rusia yang kalang kabut untuk segera menginvestigasi produk yang dianggap kebangkitan industri dirgantaranya dan yang juga warga negaranya ikut menjadi korban, malah justru membuat kita muak dan dianggap sebagai pengganggu. Namun bisa jadi ini bukan soal mereka mengganggu atau tidak. Ini adalah masalah sthriving for superiority yang diperebutkan oleh kedua Negara.

Prestasi mengevakuasi korban dengan tangan kita sendiri tentunya akan lebih membanggakan, dibandingkan prestasi yang sudah dicampuri oleh kelompok lain. Menjadi juara satu sendirian, seringkali lebih membanggakan dibandingkan juara satu rame-rame. Padahal ini bukan kompetisi, ini adalah misi evakuasi. Oleh karenanya, Koran nasional begitu heboh menyindir 2 tim SAR Rusia yang kelelahan dan balik kandang ketika akan menjelajah Gunung Salak. Padahal kenyataannya yang pulang bukanlah anggota SAR/MCS Russia, namun adalah wartawan dan seorang ahli investigasi dari fabrikan Sukhoi. Ejekan muncul disana-sini, tak peduli bahwa mereka sebenarnya juga berhak untuk terlibat. Sense of humanity kadang seringkali dilupakan bahkan dalam misi kemanusiaan, justru yang lebih terasa disini adalah tarik-menarik kepentingan untuk urusan harga diri dan menunjukkan siapa yang paling hebat.

 

Good news doesn’t sell newspapers

Lepas dari urusan harga diri, tiba-tiba saya jadi teringat penelitian yang dilakukan oleh The Pew Research Center for the People & the Press di Amerika Serikat tentang pemberitaan Media Massa dari tahun 1985 hingga tahun 2011. Disana ditemukan bahwa 66 persen responden menyadari bahwa berita yang ada dalam media massa di amerika serikat seringkali tidak akurat. 77 persen juga mengatakan berita seringkali berat sebelah.

 

Konon memang berita buruk lebih laku dijual. Good news doesn’t sell newspapers. Dan apapun inilah konsekuensi dari kapitalisme dan kebebasan media. Bisnis media mau tidak mau menyebabkan kita menjadi korban eksploitasi tragedi. Benar atau tidaknya informasi bukan jadi yang utama. Yang terpenting adalah profit dari berita bombastis dan rating media yang naik. Lain hal, kita tak pernah tahu media itu berpihak pada kepentingan yang mana. Perilaku pembaca bisa jadi tak salah, karena mereka hanyalah hasil giringan opini dari media massa. Karakteristik masyarakat sedikit banyak media yang kurang lebih ikut berperan.

 

Masyarakat terlampau banyak dicekoki dengan berita prematur. Akhirnya kemudian lahirlah masyarakat yang penuh prejudiced, gemar mengutuk-ngutuk, dan tak utuh dalam membuat sebuah kesimpulan. Media juga terlalu menghadirkan efek dramatis dan hiperbolik dalam menginformasikan berita. Responden yang jelas-jelas sudah sedih, masih dipaksa lagi untuk bercerita tentang perasaannya. Tragedi yang memang pada hakikatnya pilu masih ditambah lagi ketragisannya dengan efek-efek gambar dan musik montase yang diputar hampir 24 jam. Tangisan yang ditampilkan itu bukan lagi untuk menumbuhkan empati tapi soal eksploitasi. Masyarakat dipaksa tenggelam dalam dunia simulacrum yang dibuat oleh media. Realitas asli kemudian dibuat sedemikian rupa hingga dramatis, dengan tangisan, slow motion dan gambar montase. Benar ini dapat menumbuhkan kesadaran bagi yang melihatnya, tapi dalam kadar tertentu ini justru mengakibatkan rendahnya resiliensi keluarga dalam menghadapi tragika. Mereka yang seharusnya mempunyai daya tahan psikologi yang kuat, bisa jadi jadi justru menjadi lemah dan panik gara-gara efek pemberitaan media yang terlalu berlebihan.

 

Yang paling ironis kemudian beberapa orang disekitar saya mulai terpancing dan memunculkan sentimen lama yang tak ada hubungannya dengan urusan pesawat. Mereka mengutuk-ngutuk, “dasar komunis ndak tanggung jawab!”, “Dasar Rusia yang seenaknya keras kepala!”. Walau saya paham Sukhoi itu memang satu dari kebanggaan bangsa Slavic, tapi saya sendiri juga tak pernah ada urusan dengan bisnis Sukhoi. Hanya entahlah tiba-tiba saja saya jadi ingat dengan teman-teman Slavic saya yang pernah menolong saya di Rusia. Ingat dosen saya disana yang begitu baik dan suportif sampai-sampai pernah memberikan sekarung kentang buat saya. Tak tega rasanya jika kemudian main hantam kromo begitu saja.

 

Saya pernah jadi korban pengeroyokan dengan alasan rasisme di Rusia. Saya juga pernah mengalami hidup yang berat di Rusia, tapi itu semua tak membuat saya membenci orang Rusia. Rasisme itu bukan hanya ada disana. Rasisme ada dimana-mana termasuk di Indonesia. Banyak diantara mereka yang jauh dari apa yang dikatakan sebagai setan komunis atau orang yang tidak bertanggung jawab. Ini bukan masalah ras atau ideologi. Lepas dari apapun kebangsaannya mereka adalah manusia yang sama seperti kita. Mereka bukan setan dan tak semuanya arogan.

Sedikit meloncat, saya juga kemudian jadi berpikir kenapa juga media tak pernah membuat montase yang sama dramatisnya dengan intensitas siaran yang sama sebagaimana pemberitaan sukhoi terkait dengan penderita gizi buruk di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4 persen dari 23 juta balita Indonesia atau sekitar 900 ribu anak. Tidak ada asuransi sebesar 50.000 USD buat mereka lho, juga tidak ada asuransi dari pemerintah sebesar 50 juta per kepala.

Sekali lagi tulisan ini tak ada urusan dengan bisnis Sukhoi. Bisnis biarlah diselesaikan pada pihak yang berbisnis. Terakhir semoga hasil investigasi dapat memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya kepada semua pihak.”

 

Well, semoga warga rumpiers dan warga indonesia lainnya tidak mudah terpprovokasi dan terdoktrinisasi melallui media yang menulis headline seenak jiwa hingga sengaja atau tidak, malah merasa dirugikan dengan sudut pandang yang menyudutkan satu sisi.

 Salam hangat,

 

 

Dd Hidayanti